MAKALAH
HUBUNGAN POLITIK DAN
ASPEK – ASPEK PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
Saddam Husain (6C PAI)
Saddam Husain (6C PAI)
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kehidupan
manusia tidak pernah lepas dari unsur sosial dan budaya.Sepanjang kegiatan
kehidupan manusia, aktivitasnya tidak terlepas dari kelompok manusia lainnya.
Karena hal itu dikatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial karena memerlukan
kehadiran dan bantuan serta peran serta orang lain. Sosial budaya ini tercermin
pada kegiatan sekelompok manusia secara bersama-sama.Hal-hal yang dikerjakan
manusia, cara mengerjakannya, bentuk pekerjaan yang diinginkan merupakan unsur
sebuah budaya.Maka, aspek sosial ditinjau dari hubungan antarindividu, antar
masyarakat serta aspek budaya ditinjau dari proses pendidikan manusia tersebut
melalui materi yang di pelajari, cara belajarnya, bagaimana gaya belajarnya,
bentuk- bentuk belajar serta pengajaranya.
Pendidikan
pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja secara penuh tanggung jawab
yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya
agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan yang dilakukan
secara bertahap berkesinambungan di semua lingkungan yang saling mengisi (rumah
tangga, sekolah, masyarakat)unsur sosial merupakan aspek individual alamiah
yang ada sejak manusia itu lahir. Langeveld mengatakan “setiap bayi yang lahir
dikaruani potensi sosialitas atau kemampuan untuk bergaul, saling berkomunikasi
yang pada hakikatnya terkandung unsur saling memberi dan saling menerima.
Aktivitas sosial tercermin pada pergaulan sehari-hari, saat terjadi interaksi
sosial antarindividu yang satu dengan yang lain atau individu dengan kelompok,
serta antar kelompok. Didalam interaksi ini ada keterkaitan yang saling
mempengaruhi.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
dibuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian Pendidikan secara etimologi dan terminology ?
2. Apa
saja aspek- aspek dalam pendidikan?
3. Apa
pengertian Politiksecara etimologi dan terminology ?
4. Apa
pengertian Politikpendidikan ?
5. Adakah
hubungan politik dengan pendidikan?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
1.
Secara
Etimologi
Pendidikan berasal dari kata 1)
“didik, mendidik” yang berarti memelihara dan memberi latihan atau ajaran
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 2) “didikan” yang berarti hasil mendidik
dan yang dididik. 3) “Pendidik” yang berarti orang yang mendidik. Jadi
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang atau usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan;
proses perbuatan, cara mendidik;[1]
Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Pendidikan
adalah 1) Perbuatan (hal, cara, dsb. ) 2) Ilmu didik, ilmu mendidik 3) Pemeliharaan
(latihan-latihan dsb.)[2]dan
dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Pendidikan diartikan sebagai proses
pengubahan cara berpikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran, penyuluhan,
dan latihan.[3]
2. Secara Terminologi
Secara
terminologis, para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan
berbagai tujuan.Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah)
adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran
Islam. Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan
adalah:
a.
Proses
seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat tempat mereka hidup.
b.
Proses
sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka
dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimum. Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam
tingah laku, pikiran dan sikapnya
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas
dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran, karsa, rasa, cipta, dan hati
nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta
didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral
tinggi.[4]
B.
Aspek-Aspek Dalam Pendidikan
Pendidikan
tidak akan terlaksana secara baik bila tidak memandang pada bermacam- macam
aspek. Yang dimaksudkan dengan aspek disini adalah sudut pandang, maka sudut
pandang tersebut sangat menentukan dalam mempertimbangkan sesuatu. Dalam
Pendidikan, memang ada beraneka ragam aspek, di antara aspek yang dominan
adalah politik dan sosial.
1. Aspek
politik dalam pendidikan
Sebagaimana di maklumi bahwa yang
hendak dituju oleh pendidikan nasional ialah pendidikan yang yang menuju kepada
masyarakat industri yang tidak terlepas dari tujuan politik ideologi bangsa kita
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945, Pancasila dan GBHN.
Sistem Pendidikan Nasional telah merumuskan dasar, fungsi dan tujuan
pendidikan, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945; Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemajuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional; Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekertu luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Apabila dilihat rumusan tersebut di
atas, kelihatannya sudah jelas dan sistematik serta merupakan kerangka acuan
bagi politik pendidikan nasional dalam semua aspek pendidikan.Sebenarnya
rumusan ini merupakan penjabaran dari politik ideologi nasional ke dalam sektor
pendidikan. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor pendidikan adalah aspek dari
pembangunan politik bangsa, yang tidak lain sebagai konsistensi antara arah
politik dengan cetak biru pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945.[5]
Tujuan nasional sebagai ideologi
dasar dari masyarakat dan bangsa kita menjiwai terbentuknya masyarakat industri
modern, ideologi pembangunan dan politik pendidikan nasional.Ilmu pengetahuan,
teknologi serta informasi sangat menentukannya, karenanya sangat perlu
diketahui oleh masyarakat serta berkembangnya kehidupan demokrasi.Maka
demokrasi modern memerlukan rakyat yang selain berpaham nasionalis itu juga
berwatak demokrat. Baik paham nasionalisme maupun watak demokrat tidaklah tumbuh
sendiri, melainkan harus dididikan melalui proses sosialisasi pendidikan
politik.
Dengan demikian, masyarakat industri
modern adalah masyarakat yang mengacu pada kualitas dalam segala aspek
kehidupan, kualitas tersebut akan hidup dalam masyarakat yang tinggi
disiplinnya. Justru itu masyarakat industri modern yang diinginkan tidak dapat
dilepaskan dari dasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 serta GBHN, dengan
intinya adalah pemerataan, kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia
dan pembangunan yang berbudaya nasional.
Salah satu unsur politik pendidikan
yang menunjang kehidupan masyarakat industri modern ialah pendidikan yang
memperioritaskan kepada kualitas.Pemberian prioritas kepada kualaitas bukan
berarsi suatu sistem pendidikan yang elitis tetapi yang memberi kesempatan
kepada setiap orang mengembangkan bakat sesuai kemampuannya dengan.Pendidikan
yang selektif untuk rogram yang relevan, pendidikan untuk anak pintar,
merupakan program yang perlu dilaksanakan.
Politik pendidikan dengan sadar
menyiapkan tenaga yang cukup jumlahnya dan terampil untuk mendukung masyarakat
industri perlu dengan sungguh-sungguh disiapkan. Persoalannya ialah masyarakat
industri modern yang akan kita bina adalah masyarakat yang adil dan makmur.
Oleh karena itu pendidikan merupakan
landasan utama bagi tumbuhnya rasa nasionalisme yang positif. Usaha ini tentu
saja harus mendapat perhatian utama dalam pendidikan dasar 9 tahun ( wajar 9
tahun ). Pelaksanaan politik pendidikan ini menuntut cara penyajian yang efektif
sesuai dengan taraf pendidikan rakyat dan tumbuhnya kehidupan yang terbuka.
Untuk itu metodologi yang rasional dan kritis sangat diperlukan sehingga mampu
mengolah berbagai bentuk arus globalisasi.
Dalam hal ini, akhirnya politik
pendidikan nasional perlu ditata dalam suatu organisasi yang efesien dan
dikelola oleh yang profesional.Yang tidak dapat dielakkan ialah keterpaduan
antara berbagai jenis dan jenjang pendidikan nasional sebagai sistem
pengelolaan pembangunan nasional.
2. Aspek
sosial dalam pendidikan
Sebagaimana yang telah di ketahui
bahwa manusia adalah makhluk sosial (Soscial Being atau homo saphiens ). Kita
sebagai manusia dilahirkan ke alam dunia ini dalam kondisi yang lemah, tak
berdaya. Karena manusia tidak berdaya, maka dia tidak akan sanggup melangsungkan
hidupnya tanpa bantuan orang lain. Fithrah-potensi manusia yang dibawa semenjak
lahir baru dapat dan bisa berkembang dalam pergaulan hidupnya, dan manusia yang
dilahirkan itu tidak akan menjadi manusia tanpa pengembangan potensi tersebut
sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Di antara nash yang menyatakan
demikian, dapat dipahami dari surat Al-Hujurat ayat 13, yaitu:
$pkr'¯»tâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.s4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãèä©@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4¨bÎ)©!$#îLìÎ=tã×Î7yzÇÊÌÈ
Dari nash tersebut diatas dapat
disinyalir betapa pentingnya memperdayakan masyarakat. Untuk memperdayakan
masyarakat, yang pertama adalah mengembang kan potensinya. Potensi
tersebut dapat dikembangkan adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan,
manusia akan berwawasan, mempunyai bermacam ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuanlah yang akan menjadikan seseorang atau masyarakat dapat
diperdayakan untuk bermacam-macam kepentingan, baik yang berhubungan dengan
pribadinya maupun yang berkaitan dengan masyarakat. Kedua, dengan jalan
sosialitas manusia ( social being ), dalam ajaran Islam inilah yang dikenal
dengan ta’arafu-berkenalan, menjalin hubungan secara baik. Keadaan seperti
itulah yang dikehendaki oleh ajaran Islam sekaligus memperdayakan masyarakat
untuk mencapai suatu tujuan, khususnya dalam mengelola pendidikan.
Apabila seseorang telah dapat
bergaul dan menyesuaikan dirinya dengan kehidupan kelompoknya, berarti orang
tersebut dapat mengenal nilai yang berlaku dalam kehidupan sosialnya, sekaligus
memperkembangkan pribadinya. Dengan interaksi sosial itu manusia dapat
merealisasikan kehidupannya, sebab tanpa timbal balik dalam interaksi sosial
itu, ia tidak akan dapat merealisasikan kemungkinan dan potensi-potensinya
sebagai individu. Mengenai sosialitas manusia ( social being ) terlaksananya
pendidikan secara baik adalah dengan saling tolong-menolong sebagai makh luk
sosial. Pernyataan ini dapat dipertegas dengan firmanAllah:
¢(#qçRur$yès?urn?tãÎhÉ9ø9$#3uqø)G9$#ur((المائدة : 2)
Aspek- aspek sosial pendidikan dapat
digambarkan dengan memandang ketergantungan individu- individu satu sama lain
dalam proses belajar. Makhluk-makhluk bukan manusia seperti binatang buas,
burung-burung, atau serangga dapat hidup hanya berpedoman pada warisan
biologis, suatu program genetik bagi tingkahlaku makhluk hidup.Pola-pola
diwarisi mengajarnya memelihara anaknya, mencari makan, dan menjaga kawasannya.
Sebaliknya, kebanyakan yang perlu
diketahui oleh manusia tidak diprogramkan melalui genetik. Semenjak dan masa
sangat muda lagi kanak-kanak sudah harus mulai mempelajari cara hidup yang
begitu banyak macamnya.Cara hidup yang disebut kebudayaan itu tidak dapat
diwariskan secara biologis, harus selalu dipelajari oleh setiap individu.
Sekolah, yang merupakan institusi
formal untuk belajar, mengharuskan sejumlah persyaratan kepada
pendidikan.Akibatnya, belajar di sekolah sangat berlainan dengan yang berlaku
di dalam keluarga, dalam teman-teman sebaya, atau dalam komunitas. Jadi pendidikan
dalam pengertiannya yang sangat luas dapat dianggap sebagai suatu proses
sosialisasi yang melaluinya seseorang mempelajari cara hidupnya.
Dimensi- dimensi sosial pendidikan
yang dibicarakan dalam aspek- aspek sosial pendidikan adalah:
a. Aspek
sosial yang ditanamkan oleh pendidikan yang berlaku disekolah, seperti
pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi muda. Ini berlaku pada semua
masyarakat, dahulu atau pun sekarang, termasuk dalam masyarakat Indonesia
sendiri. Juga pewarisan ketrampilan. ketrampilan dan generasi ke generasi. ini
juga berlaku di masyarakat manapun, walaupun teknologi ketrampilan itu selalu
berubah. Juga pewarisan nilai-nilai dan kepercayaan merupakan fungsi
pendidikan. Nilai-niiai scperti kejujuran, solidaritas, gotong-royong adalah
nilai-nilai yang tak dapat tidak harus wujud kalau masyarakat itu akan hidup
terus. Sebab kumpulan apapun tak akan hidup sebagai kumpulan tanpa nilai-nilai
itu sebagai pemersatu.
b. Aspek
sosial yang kedua yang mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri budaya yang
dominan pada kawasan-kawasan tertentu di mana sekolah-sekolah itu wujud.
Walaupun pengelompokan seperti ini tidak selalu memberi gambaran yang jernih
terhadap kelompok yang dibicarakan di situ. Sebab faktor-faktor lain turut
memainkan peranan di dalamnya, seperti kepercayaan politik dan sosial, status
sosio ekonoimi, kelas sosial, etnik, ras, agama dan lain-lain.
c. Aspek
sosial ketiga yang memainkan peranan pada pendidikan yaitu faktor-faktor
organisasi, dan segi birokrasi. Adanya sistem adrninistrasi yang bersifat
hirarkis dan biasanya berlaku pada tiap organisasi persekolahan.Juga
hubungan-hubungan dan segi formal dan informal yang masing-masing tergantung
pada sistem-sistem sosial yang mengadakannya. Begitu juga guru dan
adininistrasi, hubungan orang tua, guru, hubungan teman-teman sebaya, dan
hubungan guru, murid, semuanya besar pengaruhnya dalam pelaksanaan pendidikan.
d. Aspek
sosial keempat yang terpenting mempengaruhi pendidikan adalah sistem pendidakan
itu sendiri. Istilah sistem pendidikan bermaksud suatu pola total
masyarakat dalam institusi formal, agen-agen dan organisasi yang meimindahkan
pengetahuan dan warisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial,
spiritual, dan intelektual seseorang. Walaupun mungkan kita menganalisa sistem pendidikan
dalam kawasan kota, kota madya, propinsi dan lain-lain, tetapi biasanva dibuat
dalam bentuk lebih besar, seperti sebuah negara.
Tidak
ada suatu sistem pendidikan yang tetap dan statis.Perlu juga disadari bahwa
sistem pendidikan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan dan
kekuatan-kekuatan sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan politik.
C.
Pengertian
Politik
1.
Secara
Etimologi
Istilah politik berasal dari kata
Polis (bahasa Yunani) yang artinya kota atau Negara Kota. Dari kata polis
dihasilkan kata-kata, seperti:
·
Politeia artinya segala hal ihwal mengenai
Negara.
·
Polites artinya warga Negara.
·
Politikus artinya ahli Negara atau orang yang
paham tentang Negara atau negarawan.
·
Politicia artinya pemerintahan Negara.
Kemudian
arti itu berkembang menjadi Polites
yang berarti warganegara, Politeia
yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, Politika yang berarti pemerintahan negara dan Politikos yang berarti kewarganegaraan.
Secara
literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat,
state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap.[6]
b.
Secara
Terminologi
Politik
ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan
dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.[7]
Para
ilmuan politik kontemporer berpandangan bahwa politik ialah proses pembuatan
keputusan dan pelaksanaan keputusan-keputusan yang mengikat bagi suatu
masyarakat. Perilaku dan pelaksanaan keputusan politik dan yang melakukan
kegiatan tersebut ialah pemerintah dan masyarakat.Warga negara memang tidak
memiliki fungsi menjalankanpemerintahan, tetapi mereka memiliki hak untuk
mempengaruhi orang yang menjalankan fungsi pemerintahan itu.
Politik
dalam makna yang luas, menurut Deutsch yang dikutip suprayogo adalah koordinasi
usaha-usaha serta pengharapan-pengharapan manusia yang dapat diandalkan untuk
mencapai tujuan masyarakat.Mirip dengan itu, person menyataka politik sebagai
perangkat-perangkat tertentu yang bertalian dan diperlukan untuk mengupayakan
pemenuhan kebutuhan masyarakat guna mencapai tujuan, atau menentukan tujuan
bersama.
Menurut
jamaluddin kafie dalam pengantar buku politik islam konsepsi dan dekumentasi,
bahwa politik adalah suatu kebijaksanaan untuk mengatur suatu pemerintahan yang
berdaulat atau masyarakat dalam bernegara.
Bagi
masyarkat pada lapisan bawah, politik lebih diinterprestasikan sebagai
kepatuhan.Atau sebagai keterkaitan kepada pemimpin atau calon pemimpinyang
dianggapnya baik.Sedangkan bagi mereka yang terglng masyarakat pada gloongan
lapisan atas, memiliki anggapan beragam terhadap politik. Diantaranya mereka
beranggapan bahwa politik adalah usaha menggerakan anggota masyarakat untuk
tujuan kebaikan, politik merupakan upaya mencari pengaruh, atau politik adalah
sebagai memperjuangkan kepentingan dan lain lain.
Melihat
beragamnya anggapan masyarakat dalam memaknakan satu istilah yang sama
tersebut, menunjukan bahwa ternyata didalam masyarakat belum ada keseragaman
daam mengartikan istilah politik. Bahkan diantara para ahli ilmu politik
sendiri belum memiliki satu kesepakatan tentanf arti yang pas untuk istilah
itu. Diantara para ahli politik terdapat lima pengertian terhadap istilah ini.
Pertama,
politik ialah usaha usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan
mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segaalla hal yang
berkaitn dengan penyelengaraan negara
dan pemerintahan. Ketiga, politik merupakan suatu kegiatan yag diarahkan untuk
mencari dan me mepertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politk merupakan
kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
umum.Sedangkan kelima, politik adalah konflik dalam rangka mencari dan
mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.[8]
Kata politik merupakan istilah yang sudah tidak
asing lagi bagi sebagian besar anggota masyarakat.Pada event tertentu, istilah
ini sering menjadi buah bibir, seperti pada saat hangat-hangatnya pemilihan
umum (pemilu), pemilihan presiden (pilpres), atau pemilihan kepala daerah
berlangsung.Semua anggota masyarakat dalam semua tingkatannya termasuk mereka
yang tergolong sebagai lapisan atas maupun lapisan paling bawah sekali pun
sebenarnya telah mengenal istila”politik”.
Bagi masyarkat pada lapisan bawah, politik
lebih diinterprestasikan sebagai kepatuhan.Atau sebagai keterkaitan kepada
pemimpin atau calon pemimpinyang dianggapnya baik.Sedangkan bagi mereka yang
terglng masyarakat pada gloongan lapisan atas, memiliki anggapan beragam
terhadap politik. Diantaranya mereka beranggapan bahwa politik adalah usaha
menggerakan anggota masyarakat untuk tujuan kebaikan, politik merupakan upaya
mencari pengaruh, atau politik adalah sebagai memperjuangkan kepentingan dan
lain lain.
Melihat beragamnya anggapan masyarakat dalam
memaknakan satu istilah yang sama tersebut, menunjukan bahwa ternyata didalam
masyarakat belum ada keseragaman daam mengartikan istilah politik. Bahkan
diantara para ahli ilmu politik sendiri belum memiliki satu kesepakatan tentanf
arti yang pas untuk istilah itu. Diantara para ahli politik terdapat lima
pengertian terhadap istilah ini.
Pertama, politik ialah usaha usaha yang
ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama.
Kedua, politik adalah segaalla hal yang berkaitn dengan penyelengaraan negara dan pemerintahan.
Ketiga, politik merupakan suatu kegiatan yag diarahkan untuk mencari dan me
mepertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politk merupakan kegiatan
yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.Sedangkan
kelima, politik adalah konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan
sumber-sumber yang dianggap penting.
D.
Politik Pendidikan
Pendidikan
adalah salah satu bentuk interaksi manusia.Pendidikan adalah suatu tindakan
sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan-
hubungan kemanusiaan.Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan
dan peranan peranan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di
suatu masyarakat.
Jika
politik dipahami sebagai “ praktik kekuatan, kekuasaan dan otoritas dalam
masyarakat dan pembuatan keputusan- keputusan otoritatif tentang alokasi
sumberdaya dan nilai- nilai sosila”. Maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain
adalah sebuah bisnis politik
Politik
adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan.Bahkan menurut
Baldridge, lembaga- lembaga pendidikan dipandang sebagai sitem politik mikro,
yang melaksanakan semua fungsi utama sistem- sistem politik.
Hal
ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling
berhubungan erat dan saling mempengaruhi.Berbagai aspek pendidikan selalu
mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas
politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan.
E. Hubungan Pendidikan dengan Politik
Sebagai bagian dari kehidupan masyarakat,
kegiatan pendidikan selalu terkait dengan aspek-aspek kehidupan masyarakat
lainnya.Seperi kehidupan ekonomi, sosial, politik, agama dan kebudayaan
masyarakat yang masing-masing mengalami fluktuasinya menuju pada pola-pola
perkembangan masing-masing yang masih saling mempengaruhi. Aspek kehidupan
pendidikan merupakan suatu wilayah yang tidak saja penting tetapi juga menarik
bag aspek kehidupan lain.
Dalam pandangan lebih spesifik
dinyatakan oleh paulo freire,[9]
seorang ahi pendidikan berkebangsaan brazil menyebutkan “Pendidikan pada
dasarnya sealu bersinggungan dengan kekuasaan” dalam hal ini kekuasaan bisa
dipahami sebagai salah satu aspek kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan
persaingan antar kelompok dalam memperebutkan pengaruh baik diluar maupun
didalam kawasan pendidikan itu sendiri, serta bisa dimngerti sebagai kekuasaan
negara yang wilayah jangkauannya mencakup banyak bidang termasuk kekuasaan
negara dalam pendidikan.
Sebagai suatu kawasan yang terkait
dan terikat dengan kekuasaan negara, maka penddikan sebagai mana aspek-aspek
kehidupan lain seperti sosial, ekonomi, kebudayaan, tidak bisa dianggap sebagai
kawasan yang bersufar “sui generi”.
Dalam pandangan positif, kawasan pendidikan merupakan suatu kawasan yang
membutuhkan campur tangan kekuasaan negara agar dapat dioptimalkan menjadi ebih
baik, namun dalam pandangan negatif, persinggungan pendidikan dengan kekuasaan
negara selalu berujung pada pemanfaatan pendidikan demi kepentingan kekuasaan.
Dalam hal ini, keterpautan antara
pendidikan dengan kekuasaan negara dapat dilihat sebagaimana keterpautan antara
lembaga-lembaga pendidikan dimasyarakat dengan penyelenggaraan negara. Yaitu
lembaga-lembaga pndidikan yang dalam wujud konkritnya berupa sekolah, aneka
lembaga kursus, taman bermain, pondok pesantren, organsasi kepemudaan dan
keluarga. Akan tetap dari semua lembaga pendidikan yang ada, lembaga-lembaga
pendidikan formal lah yang paling nyata terlihat banyak bersinggungan dengan
kekuasaan negara, yaitu sekolah dan universitas.
Menurut banyak ahli, pendidikan
khususnya jenis pendidikan formal dalam sejarah selalu berhubungan dengan
kekuasaan negara. Hubungan dan persinggungan tersebut tampaknya berlangsung
terus dan akan tetap terus barlangsung, meskipun keduanya mengalami pergeseran
masing-masing seiring dengaan perubahan dan tuntutan jaman. Pada satu sisi,
penyelenggaraan pendidikan akan mengalami pergeseran dalam beberapa unsur
didalamnya, pada sisi yang lain, sistem penyelenggaraan negar juga mengalami
perubahan dalam setiap periode waktu.
Perubahan penyelenggaraan pendidikan
ini antara lain menyangkut menejemen pendidikan, missalnya dari centralized
management menjadi dezenralizen management, dari state based school development
menjadi comunitu based scool development, dan lain lain. Sedangkan perubahan
sistem penyelenggaraan negara misalnya dari sistem monarki berubah menjadi
aristokrasi, meritokrasi,oligarki, atau demokrasi.
Meskipun keduanya mengalami
perubahan dalam periode sejarah tertentu sebagaimana disebut, namun keduanya
selalu mengalami persinggungan yang bersifat sinergis dan saling menguntungkan
maupun bentuk persinggungan yang bersifat eksplitatif.
Persinggungan antara keduanya
tersebut menurut Edward Steven dan George H Wood sebernarnya bersumber dari
adanya “system of beliefs” yang
sama. Dengan “system
of beliefs” ini suatu cita-cita yang ideal masyarakat dan pendidikan hendak
dibangun. Dalam pengertian sederhana “system of beliefs” ini disebut dengan
ideologi. Andi Makkulua[10]
juga menambahkan bahwa pelaksaan pendidikan selalu ditentukan oleh corak
idiologi suatu negara.
Oleh karena kekuasaan negara yang
sangat bagitu besar mencakup segenap kehidupan masyarakatnya, maka tidak bisa
dipungkiri bahwa negara juga mengatur kehidupan pendidikan.Negara emilik
kepentingan terhadapanya, sebaliknya dunia pendidikan (khususnya para praktisi)
juga menaruh harapan besar atas perthatian negara terhadapnya.Bila hal ini
berjalan normal, maka keterkaitan antara pendidikan dan negara bisa berlangsung
sacara simbiosis-mutualisme.
Dalam kenyataannya, keterkaitan atau
persinggungan antara keduanya ternyata berjalan secara bervariasi, dimana pada
suatu saat bisa berlangsung secara mutualis yang masing masing saling memperleh
dan mengambil keuntungan atas hubungan secara eksplitatif-dependensia pihak
satu terhadap yang lain.
Hubungan eksploitatif atau hubungan
yang kurang seimbang ini bisa terjadi manakala, disatu sisi pendidikan (sekolah
dan universitas) mengeksploitasi negara seperi yang erjadi pada abad petengahan
dimana lembaga-lembaga pendidikan skolastik pada saat itu memanfaatkan gereja
dan negara untuk mencapai puncak dari kemajuan.Pada saat itu embaga embaga
pendidikan skolastik sangat manja dan dimanjakan olaeh gereja, yang berarti
pula di manjakan oleh negara.Sebab pada abad petengahan tersebut anara gereja
dan negara hampir tidak ada batas. Namun pada sisi lain juga terjadi dan bahkan
sering terjadi dimana pihak negra mengekploitasi sekolah dan pendidikan pada
umumnya, seperti yang terjadi diindonesia pada zaman penjajahan dan pada era
orde baru.
Bentuk nyata atas hubungan antar
keduanya yang paling menonjol adalah: disatu sisi, kelembagaan pendidikan
memerlukan dukungan politik dari negara untuk memperancar dan mndorong
terwujudnya cita cita pendidikan sebagaimana para koonstituennya; sedang disisi
lain negaara membutuhkan pendidikan dalam rangka memenuhi kewajibannya
sebagaimana telah diamanatkan didalam konstitusi, agar mendapat citra positif
dimata masyarakat.Dengan adanya
pendidikan, negara akan memperoleh dukungan (legitimasi) lebih kuat
khususnya dari kalangan warga sekolah dan universitas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
etimologi Pendidikan berasal dari kata 1) “didik, mendidik” yang berarti
memelihara dan memberi latihan atau ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran.Secara terminologis,
para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan berbagai
tujuan.Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) adalah
pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.
Secara
Etimologi Politik adalah Istilah politik berasal dari kata Polis (bahasa
Yunani) yang artinya kota atau Negara Kota. Sedangkan secara Terminologi
Politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Secara Etimologi istilah
Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat
(Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat
(Bahasa Prancis), kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin
status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara Terminologi Negara secara
obyektif diartikan sebagai suatu wilayah yang dihuni oleh sejumlah penduduk
yang mmiliki sistem pemerintahan sendiri secara otonom serta memperoleh
pengakuan dari negara lain. Sedangkan secara subyektif negara diartikan sebagai
sekumpulan individu yang menduduki posisi yang memiliki wewenang.
Aspek-Aspek
dalam pendidikan meliputi :
a. Aspek
politik dalam pendidikan
b. Aspek
sosoial dalam pendidikan antara lain :
·
Aspek sosial yang ditanamkan oleh
pendidikan yang berlaku disekolah, seperti pewarisan budaya dari generasi tua
ke generasi muda
·
Aspek sosial yang kedua yang
mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri budaya yang dominan pada
kawasan-kawasan tertentu di mana sekolah-sekolah itu wujud
·
Aspek sosila ketiga yang memainkan
peranan pada pendidikan yaitu faktor-faktor organisasi, dan segi birokrasi
·
Aspek sosial keempat yang terpenting
mempengaruhi pendidikan adalah sistem pendidakan itu sendiri.
Hubungan
politik dengan pendidikan yaitu bahwa Pendidikan adalah suatu tindakan sosial
yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan
kemanusiaan.Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan
peranan peranan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di
suatu masyarakat.Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga
pendidikan Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang
saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan
selalu mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas
politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan
B.
Saran
Tidak
bisa dipungkiri bahwa politik dan pendidikan merupakan 2 elemen penting di
dalam membangun suatu Bangsa yang sulit dipisahkan. Maka dari itu, marilah kita
mengenyam pendidikan yang setinggi-tingginya agar kelak nanti bisa menjadi
putra – putri terbaik Bangsa yang bisa membangun Bangsa ini menjadi Bangsa yang
dihormati oleh Bangsa – Bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 1997. Al-Qur`an dan Terjemahnya. Toha Putra :Surabaya.
F.
Isjwara. 1999. Pengantar Ilmu Politik. PT
putra A bardin :Bandung.
HAR Tilaar.2003. Manajemen Pendidikan Nasional.Rosdakarya
:Bandung.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1989. Balai Pustaka.
Mubaraq,
Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. UIN
Press :Malang.
Poerwadarminta.1982.
Kamus Umum Bahasa Indonesia.Bulai
Pustaka :Jakarta.
Rohman,
Arif. 2009. Politik Ideologi Pendidikan.
LaksBang Mediatama :Yogyakarta.
Salim, Peter dan Yenny Salim.1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Modern English Press :Jakarta.
Tirtarahardja,
Umar. Dan La Sulo. 2005. Pengantar
Pendidikan. PT. Rineka Cipta :Jakarta.
[1]Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, 1989, 204
[2]Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:
Bulai Pustaka, 1982), 250.
[3]Peter Salim dan Yenny
Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer
(Jakarta: Modern English Press, 1991), 353.
[4]Umar
Tirtarahardja dan La Sulo.Pengantar
Pendidikan (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2005), 305
[6]F.isjwara. Pengantar Ilmu Politik (Bandung: PT.
Putra A bardin, 1999), 90
[7]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama (Malang: UIN Press,
2010), 88.
[8]Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009), 23-24
[9]Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009), 3
komentar anda sangat berguna bagi perkembangan blog kami EmoticonEmoticon