MEMAHAMI
HADIS DAN AL-QURAN YANG BERKAITAN DENGAN KOMUNIKASI KOMUNIKATOR DAN
MENGAKTUALISASIKANYA
Dosen pengampu:
Disuson oleh : M hendri saputra
:
aning nurohman
I.
PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan, komunikasi sangatlah penting kegunaan dan pengaruhnya dalam segala
aspek bidang, baik manusia
sebagai hamba, anggota masyarakat, anggota keluarga dan manusia sebagai satu
kesatuan yang universal. Tanpa kita sadari atau kita sadari
kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari yang namanya komunikasi
baik secara lisan, tulisan dan isyarat (lambang-lambang dan gerak tubuh).
Sebagai
seorang muslim sangat baik jika kita menggunakan komunikasi yang Islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau
beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang
bersumber kepada Al-Quran dan Hadis (sunah Nabi).
Komunikasi dalam
Islam adalah proses
penyampaian pesan-pesan secara baik dan benar dengan
menggunakan etika,
Dengan pengertian demikian, maka komunikasi dalam Islam menekankan pada unsur pesan (message),
yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how),dalam hal ini tentang gaya
bicara dan penggunaan bahasa (retorika).
dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan
berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat
mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam
perspektif Islam.
II.
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
komunikasi
Komunikasi berasal dari kata Latin “communis”
yang berarti sama. Harold Lasswell menggambarkan komunikasi sebagai berikut: Who
Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Yang berarti Siapa,
Mengatakan Apa, Dengan Saluran Apa, Dengan Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana. (Deddy
Mulyana, Hal. 62)
Dari konsep Lasswell tersebut, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan
suatu pesan melalui media tertentu kepada orang lain (komunikan) dengan harapan
adanya suatu efek dari proses tersebut. Atau digambarkan sebagai berikut:
komunikator pesan media komunikan
efek
b. Etika Komunikasi komunikator Dalam Alqur’an
Prinsip komunikasi komunikator
dalam alquran antara lain:
1. Prinsip Qaulan Baligha (قَوْلًا
بَلِيغًا) / Perkataan yang membekas pada jiwa
QS. An Nisa ayat 63
أُولَئِكَ
الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ
وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلا بَلِيغًا
“Mereka
itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.
Qaulan baligha
artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele.
Agar
komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah
disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan
bahasa yang dimengerti oleh komunikan.
”Tidak kami utus seorang rasul
kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa kaumnya” (QS.Ibrahim:4)
Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu
harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan.
Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di
depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa
akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik
sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication). (http://angeliazolana.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_3425.html,
21-feb-2015).
2. Qaulan Sadida (قَوْلًا سَدِيدًا) (perkataan yang benar, jujur)
QS. An Nisa ayat 9
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang mereka khawatirkan
terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa
kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar
(qaulan sadida)”.
Moh.
Natsir dalam Fiqhud dakwahnya mengatakan bahwa, Qaulan Sadida
adalah perkataan lurus (tidak berbeli-belit), kata yang benar,keluar dari
hati yang suci bersih, dan diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga tepat
mengenai sasaran yang dituju yakni sehingga panggilan dapat sampai mengetuk
pintu akal dan hati mereka yang di hadapi.
Dari segi redaksi, komunikasi Islam
harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa
yang berlaku. Dalam dunia pendidikan, Qaulan Sadida dapat dicontohkan dengan
memberikan pengetahuan yang benar. Dalam
artian sebagai pendidik harus benar-benar menguasai materi yang akan diajarkan.
Sehingga tidak terjadi kebohongan, kesalahan yang nantinya menyesatkan.
3. Qaulan Ma’rufa (قَوْلًا
مَعْرُوفًا) (perkataan
yang baik)
QS.
Al Ahzab ayat 32
َا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ
كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Hai
isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan
yang baik.”
Qaulan Ma’rufa
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan. Dalam beberapa
konteks dijelaskan, bahwa qaul ma'ruf adalah perkataan yang baik, yang
menancap ke dalam jiwa, sehingga yang diajak bicara
tidak merasa dianggap bodoh (safih); perkataan yang mengandung
penyesalan ketika tidak bisa memberi atau membantu; Perkataan yang tidak
menyakitkan dan yang sudah dikenal sebagai perkataan yang baik
Qaulan Ma’rufa bagi seorang pendidik akan menjadi
sebuah keteladanan. Tutur kata seorang guru mencerminkan dirinya. Seorang
peserta didik akan merasa segan karena wibawa seorang pendidik berawal dari
tutur katanya. Dalam situasi apapun seorang pendidik harus mampu mengendalikan
perkataannya kepada siapa saja.
4. Qaulan Karima (قَوْلًا
كَرِيمًا) (perkataan
yang mulia)
QS. Al Isra’ ayat 23
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
jangan engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perktaan yang
baik”.
Qaulan
karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa
hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.
Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua
orangtua atau orang yang harus kita hormati. Seorang pendidik mengharapkan
dihormati oleh peserta didiknya haruslah ia terlebih dahulu yang memberi contoh
bagaimana menghormati orang lain.
5. Qaulan Layyinan (قَوْلًا لَيِّنًا) (perkataan yang lembut)
QS. Thaha ayat 43-44
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ
أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun karena benar-benar
dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.
Qaulan
Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara
yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati
maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara.
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar
berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati
komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya
tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Dengan demikian, dalam
komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara
(intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
6. Qaulan Maysura (قَوْلًا مَيْسُورًا) (perkataan yang ringan)
QS. Al Isra’ ayat 28
وَإِمَّا
تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ
قَوْلا مَيْسُورًا
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk
memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada
mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah”.
Qaulan
maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan,
yang pantas, yang tidak berliku-liku.
Contoh dalam dunia pendidikan ucapan
yang penuh pengertian adalah ketika salah satu siswa mengalami kesulitan dalam
belajar ataupun sedang mengalami masalah, sebagai seorang pendidik memiliki
kewajiban untuk berkomunikasi dengan peserta didik tersebut untuk memecahkan
masalahnya, membantunya dengan bahasa yang penuh perhatian dan pengertian
sehingga dapat meringankan beban ataupun memberi saran-saran untuk mengatasi masalahnya.
b. Hadist
Di dalam hadits Nabi juga ditemukan prinsip-prinsip
etika komunikasi, bagaimana Rasulullah saw mengajarkan berkomunikasi kepada
kita. Berikut hadits-hadits tersebut:
1.
Qulil haqqa walaukana murran (katakanlah apa yang benar walaupun pahit rasanya)
2.
3. عَنْ اَنَسٍ رَ
ضِيَ ا للهُ عَنْهُ: أَنَ النَبِيَ ص م . كاَ نَ إ ذاَ تَكَلَمَ بِكَلِمَةٍ اَ عاَ
دَ هاَ ثَلاَ ثَ حَتَي تُفْهَمَ عَنْهُ .
وَاِذاَ اَ تَي عَلَي قَوْ مٍ فَسَلَمَ عَلَيْهِمْ سَلَمَ عَلَيْهِمْ ثَلاَ ثاً (
ر وا ه ا لبنحا ر ي )
Artinya: Anas ra berkata: Jika nabi saw mengatakan sesuatu, biasanya
mengulanginya tiga kali hingga benar-benar dapat dipahami. Dan apabila
mendatangi suatu kaum, biasanya mengucapkan salam kepada mereka, sebanyak tiga
kali.” (HR: Banhari)
3.
4. عَنْ عاَ ءِ شَةَ
ضِىَ ا للهُ عَنْهاَ قَا لَتْ : كَا نَ كَلاَ مُ
رَ سُوْ لِ ا للهِ ص م . كَلاَ ماً فَصْلاً تَفْهَمُهُ كُلُ مَنْ
يَسْمَعُهُ (رواه ابو داود)
Artinya: Aisyah ra berkata: Perkataan Rasulullah adalah ucapan yang
sangat jelas, jika orang lain mendengarnya, pasti dapat memahaminya.” (HR:Abu Daud)
4.
Kedua, falyakul khairan au liyasmut (katakanlah
bila benar kalau tidak bisa, diamlah).
5.
Laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih
dahulu).
6.
Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik saja,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang
baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang
kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan
dirimu pada saat kamu tidak hadir”.
7.
Selanjutnya Nabi saw berpesan, “Sesungguhnya Allah
tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang memutar balikan fakta dengan
lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya”.
Pesan Nabi saw
tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta
yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami.
Prinsip-prinsip etika tersebut, sesungguhnya dapat
dijadikan landasan bagi setiap muslim, ketika melakukan proses komunikasi, baik
dalam pergaulan sehari-hari, berdakwah, maupun aktivitas-aktivitas lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi
(Suatu Pengantar), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Al-quran